Visa ke Surga
-catatan harian inspiratif tentang indahnya berbagi
Houtman Zainal Arifin
Sedekah Anak Belia
Di sebuah sudut ibukota, seorang anak laki-laki berumur sekitar tujuh tahun turun dari sebuah Mercedes Benz seri terbaru. Ia berlari menyebrangi jalan tanpa ditemani siapapun menuju gardu listrik PLN tempat seorang ibu tua yang sedang duduk sambil mendekap buntelan kain lusuh. Sejurus kemudian, anak belia duduk di depan ibu tua tersebut. Entah apa yang mereka cakapkan. Tak lama berselang, anak itu mengambil amlop dari saku celananya, kemudian menyerahkan pada si ibu yang langsung terperanjat dan berkali-kali mencium amplop putih itu. Dari seberang jalan ini kumelihat, si ibu tua sedang memanjatkan doa dan ditutup dengan usapan kepala si anak sesaat sebelum si anak kembali ke mobilnya.
"Berdiri sama tinggi, duduk sama rendah", salah satu falsafah kehidupan yang dilakukan oleh sang anak ketika ia akan memberikan sedekah kepada si ibu tua, ia tidak memberikan amplop itu seraya berdiri, namun ia duduk di hadapan si ibu tua.
Pelajaran manis tentang ketulusan dan indahnya berbagi dari seorang anak belia.
Cucuku ayu tenan
"Tunggu, ada yang ketinggalan!"
Sang cucu yang baru berusia enam tahun itu berlari masuk ke dalam rumah, dan kembali sambil menenteng celengan.
"Untuk apa celengan itu dibawa? Simpan saja dirumah, nanti kalau hilang kakek ganti."
"Untuk di jalan kek", katanya - bersikeras untuk tetap membawa celengan itu. Lalu dengan enteng sang cucu menambahkan, "nanti di pinggir jalan itu, ada masjid lagi dibangun, ada yang minta sumbangan pake jaring ikan, nanti ada pengemis, kita kasih. Ada nenek-nenek lagi jualan, kita kasih. Ada orang cacat kita kasih, juga teman-teman seumurku yang miskin dan meminta-minta dipinggir jalan kita kasih."
Uang jajan dari ayah-bunda juga kakek neneknya yang ada dalam celengan itu.
"Trus yang dikasih berapa?" Tanya sang kakek.
"Semua kek.. Semuanya. Pulangnya celengan ini kosong. Ngumpulin lagi dan kalau penuh dikasihkan lagi. Begitu terus..."
"Semuanya ? Tidak disisakan sama sekali?" ... "Iya kek."
Sang kakek tertegun. Mahluk kecil, mungil ini menyimpan jiwa besar lagi mulia. Ia tidak memberi 2,5%, bukan pula 50%, tetapi 100% dari semua yang dimiliki tanpa mengharap balasan apa-apa.
Kapal Perang
"Apa cita-citamu nanti nak?" Pertanyaan yang kuharap dapat menjadi pemicu anak-anak panti asuhan ini agar memiliki "bintang terang" yang ingin diraih di masa depan.
"Ingin jadi marinir!" Bagi anak-anak, cita-cita bisa berubah, namun hal ini sepertinya juga berlaku bagi orang dewasa, termasuk diriku?
"Apakah masa depan anak2 panti asuhan tadi harus diserahkan kepada nasib?" Sungguh tidak beruntung jika seseorang yang memang sudah miskin, juga tidak punya harapan dan keinginan untuk merubah hidupnya.
"Tidak usah mengeluh karena hidup susah. Tepung beras yang halus, lulus dari saringan setelah menempuh proses yang panjang dan menyakitkan. Direndam, dijemur, ditumbuk, dan diayak. Jika masih kasar dan tidak tembus saringan akan ditumbuk ulang. Contoh lain adalah prajurit TNI. Setiap prajurit harus menjalani latihan tanpa putus-putusnya. Tidak ada kata letih, apalagi menyerah. Musuh paling besar adalah diri sendiri." Penggalan khotbah singkat Pak Kapten pada shalat jumat di atas kapal perang TNI AL dalam acara joy sailing diatas kepulauan seribu yang diikuti anak-anak panti asuhan tadi.
Wajah-wajah gembira tetap tergambar di wajah setiap anak ketika kapal telah bersandar kembali di dermaga. Sungguh pengalaman langka yang berharga yang dialami anak-anak, semoga dapat menjadi pemicu anak2 itu untuk berjuang meraih cita-cita mereka. Aamiin.
Dufan dan Pemimpin Masa Depan
Ditengah berbagai macam pandangan negatif yang melekat pada generasi muda saat ini, aku melihat secercah cahaya harapan yang sangat menggembirakan. Mereka adalah mahasiswa dari berbagai macam fakultas dan jurusan dari berbagai macam perguruan tinggi yang memiliki niat untuk melakukan kegiatan mulia yakni membawa seribu anak-anak yatim dan anak jalanan, miskin se-Jabotabek untuk mengisi liburan ke Dunia Fantasi, Ancol. Kegiatan ini diharapkan selain dapat memberikan pengalaman indah kepada anak-anak tersebut untuk bermain yang mewah seperti teman-teman sebayanya dari golongan mampu, juga diharapkan dapat menjaring anak-anak cerdas berkualitas, calon pemimpin dengan masa depan cemerlang.
Dimana ada niat, disitu ada jalan, mungkin ini bisa mewakili impian menakjubkan, niat mulia bermodal nekad para mahasiswa ini. Satu persatu jalan terbuka, mulai dari pihak Dufan yang meng-gratiskan tiket masuk, bantuan dana dari berbagai perusahaan, dan dukungan lainnya.
Kegiatan ini menjadi lebih lengkap dengan ikut sertanya anak-anak dari keluarga mampu agar dapat berbaur dan berteman dengan anak-anak yatim, anak jalanan. Kedua belah pihak mendapatkan keuntungan. Yang mampu akan mendapatkan gambaran kehidupan sahabatnya yang tergolong miskin. Begitu pula sebaliknya. Sejak dini mereka diajarkan untuk saling menghargai kehidupan yang beragam coraknya dan untuk menghilangkan kecemburuan.
"Saya ingin menjadi politikus pintar, agar dapat memperjuangkan rakyar, khususnya orang miskin. Sekarang ini yang jadi politikus ngomong doang, ngga niat sama rakyat kecil", kalimat mantap penuh semangat dari seorang anak kaya selama perjalanan menuju dufan. Teman sebelahnya, seorang anak jalanan yang sehari-harinya menjadi pedagang koran, bingung mau jadi apa, presiden tapi kok ketinggian, atau jadi pilot. "Saya ingin jadi presiden, saya mau membebaskan uang sekolah buat anak-anak yang masih ingin belajar. Terutama anak-anak seperti saya. Kalau rakyat cerdas, negara akan maju. Sebaliknya kalau sekolah mahal dan rakyat tidak mampu bayar, tentu Indonesia dipenuhi dengan orang-orang bodoh seperti saya ini. Teman-teman saya bilang yang seperti saya sangat banyak, sampe ngga keitung jumlahnya."
Beberapa penggalan percakapan polos dari para calon penerus bangsa ini.
Kegiatan kolosal hari itu berakhir dengan sukses, luapan kegembiraan tergambar dari wajah anak-anak serta kakak-kakak mahasiswa.
-beberapa penggalan catatan harian inspiratif dari buku Visa ke Surga-
Kenapa buku Visa ke Surga ini menjadi pilihan pertama untuk ku upload di booklicious? Sosok Sang penulis lah yang menjadi alasan utamaku, selain judulnya dan cerita-2 inspiratif dari sang penulis.
Lembar demi lembar dalam buku ini seringkali menciptakan genangan air disudut mataku. Buku ini memperlihatkan betapa banyak harta karun kehidupan yang di telah dijalani oleh sang penulis.
Almarhum sang penulis merupakan pria yang lahir di Kediri, JawaTimur dan besar di ibukota. Beliau memulai karirnya di Citibank dengan berbekal ijazah SMA menjadi messenger hingga 15 tahun kemudian beliau berhasil menjadi salah satu pejabat di bank ternama itu.
Sang legenda petualang kehidupan yang mencari sebuah harta karun berupa kehidupan terbaik bukan hanya untuk dirinya, namun untuk kita semua, begitu sang penulis digambarkan oleh salah seorang mentor ku, yang sempat kenal dan akrab dengan sang penulis.
best regards,
Sisi
Saturday, February 8, 2014
Booklicious : Visa ke Surga
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment